Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)
Perkara hidup adalah perkara yang serius yang harus kita jalani dengan penuh keimanan dengan iman yang sebenar-benarnya. Kita beriman yakin akan keberadaan Allah, Allah Sang Pencipta kita, Allah lah yang menciptakan manusia, alam semesta beserta isinya. Dan Allah juga lah yang mengatur semuanya. Lantas, bagaimana agar kita bisa membangun iman sekokoh karang?atau iman yang kuat?
Akankah iman itu layaknya Bilal bin Rabbah? Ia disiksa kemudian ditimpa batu yang besar di tengah teriknya matahari dan panasnya gurun pasir. Namun ia tidak tergoyahkan sedikitpun. Seraya berkata: Ahad, Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Apabila Bilal hanya berkata ‘Ahad’, orang Kafir Quraisy akan semakin menyiksanya. Namun Bilal tetap mengatakan ‘Ahad’. Jika mereka bosan menyiksa Bilal, mereka mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang yang tidak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Mekah. Tetapi, Bilal menikmati siksaan yang diterimnya karena keimanannya kepada Allah dan Rasul. Sambil mengumandangkan ‘Ahad’.
Akankah kita seperti Sumayyah? Ia disiksa habis-habisan namun imannya tiada terbeli hingga tombak menjadi saksi kesyahidannya, tombak itu tertembus dari kemaluannya hingga kemulutnya.
Akankah kita seperti sosok Mush’ab bin Umair? Ia adalah seorang pemuda yang tampan, rapi penampilannya, pakaiannya yang terbaik dan orangtuanya yang sangat menyayanginya serta ibunya yang kaya raya. Namun, ketika Mush’ab bin Umair masuk Islam dan memiliki keimanan yang kokoh kepada Allah dan RasulNya. Ibunya sangat kecewa bahkan mengancam tidak akan makan dan minum serta terus berdiri tanpa naungan, baik di siang hari yang terik atau di malam yang dingin, namun hal itu tidak menggoyah keimanan mush’ab.
Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka serta menyiksa mush’ab, ibunya yang dulu sangat menyayanginya, dan kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksaan. Tubuhnya yang dulu berisi, terlihat kurus.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, Beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan sebelum masuk Islam dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi)
Pada perang Uhud, Mush’ab mendapat amanah pemegang bendera Islam, lalu datang penunggang kuda dari kafir Quraisy kemudian menebas tangan kanan Mush’ab dan rerputuslah tangannya. Lalu mush’ab membacakan ayat:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul.” (QS. Ali Imran: 144)
Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya, lalu orang kafir quraisy tersebut datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya. Lalu anak panah merobohkannya dan Mush’ab gugur dalam keaadaan syahid.
Masyaallah, 3 kisah sahabat di atas mewakili sahabat Rasulullah yang lainnya yang merupakan gambaran keimanan para sahabat dalam memperoleh dan mempertahankan keimanannya. Inilah iman yang kokoh. Tak tergantikan dengan apapun walaupun disiksa atupun mempertaruhkan nyawa hanya demi iman mereka dan kemuliaan Islam.
Apa sih rahasia iman para sahabat sekokoh itu? Rahasia hebatnya iman para sahabat itu sebenarnya terletak pada Islam. karena Islam adalah agama yang sempurna, agama yang sesuai fitrah manusia dan dalam proses keimananya melalui proses berpikir. Islam telah memberikan jawaban dengan melalui proses berpikir yang jernih, menyeluruh, benar, sesuai akal, menentramkan jiwa dan memuaskan hati.
Tetapi, sangat menyedihkan ketika kita melihat kondisi yang ada sekarang, banyak yang mengakui Islam dan beriman, sudah bersyahadat, namun, masih ada yang mencuri, korupsi, pacaran, mengumbar auratnya dan lain sebagainya. Apakah mereka tidak punya iman? Walaupun di KTP nya Islam, dia sholat dan mengaji. Ada juga hanya ingin sesuap nasi, uang banyak, punya jabatan tinggi, mereka rela menggadaikan imanya. Astaghfirullah.
Nah, disini penting sekali kita mengetahui bahwa iman itu tidak sekadar diucapkan di lisan saja. Seorang Muslim, tidak cukup sekadar mengucapkan syahadat saja, setelah itu selesai tanpa konsekuensinya. Namun, iman itu merupakan pembenaran dengan hati, diucapkan dengan lisan serta amal dengan anggota badannya (dilakukan dengan perbuatan).
Pembenaran dengan hati dengan cara berpikir. Lalu diucapkan dengan lisan, yakni dibuktikan dengan mengucapkan syahadat. Dan amal dengan anggota badan (dilakukan dengan perbuatan) adalah mengaku sebagai Muslim, beriman kepada Allah dan aktivitas kita terikat dengan hukum Allah.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS.Al Ankabut:2-3)
Jadi, seorang Muslim tidak cukup Iman yang diucapkan dengan lisan saja, tetapi pengakuan iman adalah harus terikat dengan apa yang ia imani. Karena konsukuensi dari keimanan adalah bukti terikat dengan hukum Allah. Makanya Allah butuh bukti, sehingga bisa diketahui yang mana benar-benar beriman dan mana yang berdusta. Sehingga aktifitas kita di dunia akan selalu diperhatikan dan dihisab oleh Allah. Oleh karena itu, jika kita memahami dengan benar tentang keimanan, insya Allah keimanan kita menjadi kokoh. Yakni keimanan sekokoh karang sebagaimana dari kisah sahabat Rasulullah, mereka bisa memperoleh dan mempertahankan keimanannya.
Oleh karena itu, melakukan aktifitas di dunia, tidak hanya mengaku Islam dan beriman saja namun harus diamalkan dalam perbuatan yang nantinya dipertanggungjawabkan di akhirat, serta akan dihisab oleh Allah. Jadi, jelaslah hidup yang kita jalani ini diciptakan oleh Allah, dan kemudian menjalani hidup di dunia, setelah itu maut akan menjemput kita. karena itu, tunduk dan taatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’aal serta mendekatkan diri kepadaNya, agar kita senantiasa memiliki keimanan yang kuat. Insyaallah.