Rabu, 31 Oktober 2018

Kemenangan Islam





Oleh: Minah, S.Pd.I
(Muslimah Peduli Generasi)


Kemenangan Islam adalah janji Allah dan kedatangannya tidak akan lama lagi. Apakah kita hanya   berdiam diri untuk menyambutnya? TIDAK. Kita harus berjuang  untuk Islam.


Kemenangan  Islam pasti akan datang, sudah seharusnya kita menyambutnya  dengan  bahagia. Karenanya butuh perjuangan. Jika kita tidak mengambil peran untuk berjuang, maka akan ada yang lain untuk berjuang. Karena bukan Islam yang memerlukan kita. Tapi, kitalah yang membutuhkan Islam.


Teruslah berjuang untuk  agama  Allah, demi menebar  benih-benih kebenaran Islam. Menjalankan semua aturan Allah dengan. Berharap  RidhoNya.


Tak jarang dalam berjuang, akan menemukan duri, tapi teruslah melangkah  walau duri tajam mengoyak  kaki kita.


Perjuangan  dakwah hanya dirintis oleh orang-orang yang berilmu, dikerjakan oleh orang yang ikhlas dan dimenangkan oleh orang-orang yang berani serta mempunyai  kesabaran yang tinggi.


Kemenangan  itu akan datang. Sebentar  lagi. InsyaAllah.


Walau perjuangan  itu pahit, penuh  onak  duri, banyak hambatan yang dilalui, tapi  yakinlah  surga itu manis. Yang akan dirasakan bagi meraka yang ikhlas dalam berjuang, sabar  dan bersyukur. Serta tetap  bertahan dalam  Perjuangan dakwah Islam.


Oleh karena itu, yuk kita kuatkan iman, banyak  berdoa karena itulah senjata kaum Muslim. Terus bergerak  untuk berjuang melanjutkan kehidupan  Islam, menegakkan kembali kemuliaan Islam. Semakin  mendekatkan diri kepada Allah, keimanan ditingkatkan serta  tunduk dan taat kepada  Allah.


Terus berjuang hingga cahaya kemenangan Islam itu tegak dimuka ini. Allahuakbar

Thalhah bin Ubaidillah, Dijuluki “Syahid Hidup”





Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)

Jika kita berbicara tentang Sahabat Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam, maka tak ada habisnya. Banyak kisah yang kita dapatkan dari mereka. Keimanannya kepada Allah dan Rasul sungguh tak akan tergadaikan. Walaupun mereka dihina, dicaci maki, maupun disiksa hingga nyawa menjadi taruhannya, maka mereka akan mempertahankan keimanannya. Karena kecintaan mereka terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’aala dan RasulullahNya,

Nah, kali ini kita akan membahas tentang sahabat Rasulullah yang bernama Thalhah bin Ubaidillah.  Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai saudagar. Walaupun masih muda, Thalhah mempunyai kelebihan dalam strategi  berdagang. Dia cerdik dan pintar. Hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.

Suatu ketika Thalhah dan rombongan  pergi ke Syam di Bushra. Disana dia mengalami hal yang menarik, membuat dia mengubah garis hidupnya. Dia bertemu dengan seorang pendeta yang mengatakan bahwa akan muncul seorang yang bernama Ahmad bin Abdullah bin Abdul Mutholib sebagai Nabi penutup para Nabi. Tempat munculnya adalah tanah haram, yang kelak akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Dan pendeta itu mengatakan kepada Thalhah untuk segera bertemu dengan  Ahmad bin Abdullah bin Abdul Mutholib ( Nabi Muhammad).
Akhirnya Thalhah segera pulang ke Mekkah. Dan bertanya kepada keluarganya tentang apa yang terjadi di Mekah. Kemudian keluarganyapun menjawab bahwa ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Shiddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakan Nabi Muhammad.

Kemudian Thalhah pun menemui Abu Bakar  dan mencerikan pertemuannya dengan pendeta Bushra yang membuat Abu Bakar tercengan dan kemudian dia mengajak Thalhah untuk bertemu Rasulullah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah. Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan  memeluk Islam.

Namun, keluarga Thalhah tidak rela dia masuk Islam bahkan keluarga dan orang-orang satu sukunya berusaha menyuruh thalhah keluar dari agama  Islam, dengan cara bujuk rayu, tapi Thalhah kokoh dengan pendiriannya. Akhirnya  mereka bertindak kasar terhadap Thalhah.

Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda itu, thalhah terus disiksa. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, dan memukuli kepalanya. Sementara tepat dibelakangnya ada seorang wanita tua yang berteriak-teriak memakinya. Wanita tua itu adalah ibunya yang bernama sha’bah binti Hadramy. Walaupun Thalhah disakiti dan dipermalukan oleh orang yang sangat dicintai dan dihormatinya, keyakinan dan keimanannya tak akan goyah karena Allah dan RasulNya lebih dicintainya.

Setelah keislamannya diketahui oleh orang-orang Quraisy. Nufail bin Khuwailid , seorang pembesar yang disebut “Singa Quraisy”, dia menghampiri Thalhah dan Abu Bakar, kemudian menangkap dan mengikatnya menjadi satu  dan menyerahkannya kepada berandal-berandal Mekah untuk disiksa dan dianiaya. Akan tetapi Thalhah dan Abu Bakar tetap kokoh sebagai pembela Agama. Karena tidak berhasil orang Quraisy melepaskannya.

Thalhah bin Ubaidillah termasuk dalam  as sabiqunal Awwalin (kelompok pertama yang masuk Islam), dan dia salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

Peristiwa demi peristiwa terjadi susul-menyusul. Thalhah bin Ubaidillah semakin kokoh dan semakin sempurna ujiannya dalam perjuangan fi sabilillah. Baktinya kepada Islam dan Muslimin semakin besar sehingga dia dijuluki “ Syahid Hidup”.

 Dia dijukuki “Syahid Hidup”, karena ini bermula dari perang uhud pada saat barisan Muslimin berantakan meninggalkan Rasulullah. Tidak tersisa di sekeliling beliau kecuali 11 orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah dari Muhajirin.

Rasulullah naik ke arah gunung bersama orang-orang yang mengawal beliau dan dikejar oleh sekelompok Musyrikin yang bermaksud membunuh beliau. Berkatalah Rasulullah “Barangsiapa yang menyingkirkan mereka, maka dia menjadi pendampingku di surga”, lalu Thalhah angkat suara “saya Rasulullah”, namun Rasulullah menolak dan berkata “tidak, tetaplah di tempatmu”.  Kemudian seorang anshar mengajukan diri, “saya Rasulullah”, Rasulullah menjawab “ ya, majulah”. Sahabat Anshar tersebut terus berusaha menahan gerak maju kelompok Musyrikin sementara Rasulullah terus naik. Dia bertempur hingga syahid.

Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali. Tapi senantiasa ditahan oleh Rasulullah  dan diperintahkan untuk tetap ditempat hingga 11 orang Anshar gugur menemui syahid. Dan tinggal Rasulullah dan Thalhah bin Ubaidillah.

Karena kaum Musrikin terus mengejar, saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah bin Ubaidillah, “ sekarang engkau, wahai Thalhah”.

Dan majulah Thalhah bin Ubaidillah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan menghampiri Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke gunung, di tempat yang dirasa aman, dibaringkannya Rasulullah di tanah, karena saat itu gigi taring Rasulullah patah, bibir dan dahinya terluka dan darah mengalir di wajah.  Kemudian Thalhah kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas.

Saat itu Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah dan mereka segera mendekat untuk merawat namun Rasulullah menolak dan beliau berkata, “tinggalkan aku, tolonglah kawan kalian itu” sambil memberi isyarat ke arah Thalhah.

Ternyata Thalhah bermandi darah. Di tubuhnya ada lebih dari 70 tusukan pedang, tombak maupun panah. Tangannya patah atau jarinya putus, dia terjatuh kedalam sebuah lubang dan tak sadarkan diri.

Keduanya mengira Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar “syahid hidup” diberikan Rasulullah. Saat itu Rasulullah berkata, “siapa yang ingin melihat orang yang berjalan dimuka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.”

Sejak saat itu, jika orang yang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, maka beliau berkata, “perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya hingga akhir hayatnya.”
Wallahua’alam.

Menampakkan Wajah Berseri dan Tersenyumlah





Oleh: Minah Mahabbah
(Penulis Motivasi)

Sebagai seorang Muslimah, bila bertemu dengan saudara atau sahabat, hendaklah menampakkan wajah yang berseri-seri. Dia harus tetap ceria, walaupun terkadang segudang masalah meanghampiri dirinya. Dia ceria untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala. Wajahnya selalu dihiasi oleh senyum manis.

 Meski kadang ia merasa sakit dan derita karena ujian yang dihadapi, dia senantiasa tersenyum dan ceria. Bersabar dalam ujian yang dihadapi.  Dia sadari bahwa itu adalah sesuatu yang membuat hidupnya berwarna dan mendewasakannya. Hingga ia menikmati dan bersyukur atas itu semua karena sadar bahwa dia adalah milik Allah. Sabar dan syukur harus dimiliki oleh seorang Muslimah. Dan tetap menampakkan wajah yang berseri.

“Engkau jangan menyepelekan kebaikan sedikitpun, meski hanya sekadar bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (HR. Muslim)

“Setiap kebaikan adalah sedekah. Dan termasuk kebaikan jika engkau menemui saudaramu dengan wajah berseri, dan jika engkau menuangkan air dari bejana milikmu pada bejana milik saudaramu.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

“Senyummu di hadapan sahabatmu adalah sedekah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

So, bila kita bertemu sahabat maupun saudara maka tampakkanlah wajah yang berseri dan tersenyumlah, karena itu merupakan sedekah dan kebaikan.

Selasa, 30 Oktober 2018

Menghitung Nikmat Allah




Oleh: Minah Mahabbah

Begitu banyak Allah berikan nikmat kepada manusia, namun tidak jarang dari kita, masih belum bersyukur. Mari kita renungkan sejenak, apa yang kita lalui dalam kehidupan ini. Allah banyak memberikan nikmat kepada kita. Baik berupa nikmat hidup,  nikmat iman, nikmat Islam serta nikmat kesehatan. Namun dari kesemua nikmat itu, apakah kita sudah bersyukur?

Ketika kita terlelap dalam tidur malam kita, masih ada dari sanak saudara yang masih banyak tidak bisa tidur karena sakit yang dideritanya. Disaat kita menyantap makanan yang lezat dan minuman, tapi masih banyak saudara kita tidak bisa makan karena kemiskinan. Ketika kita dengan mudah menghirup udara untuk bernapas dan  itu semua gratis Allah berikan kepada kita, tetapi coba lihat saudara kita yang sakit sehingga harus menggunakan tabung oksigen dalam bernapas, itupun tidak gratis. Mereka harus membayar dalam jumlah yang tidak sedikit. So, sudahkah kita bersyukur akan nikmat Allah yang tak terbatas itu? Bahkan Allah berikan gratis untuk kita.


Allah telah melimpahkan nikmatNya dari ujung rambut hingga kebawah telapak kaki. Kesehatan badan, rezeki yang cukup, udara dan air yang berlimpah. Semuanya tersedia untuk hidup kita. begitulah nikmat Allah yang terkadang kita tidak menyadarinya. Masihkah kita belum bersyukur? Padahal  begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita. dan masih banyak lagi nikmat yang Allah berikan, sehingga untuk menghitungnha kita tidak sanggup.



“Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya,” (QS. Ibrahim:34)

Begitu besar kasih sayang Allah terhadap diri kita tanpa ada batas. Namun kita senantiasa melupakan Allah, senantiasa merasa kurang dan tidak cukup. Apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini kalau bukan mencari Ridho Allah?

 Oleh karena itu, Yuk kita kembali ke jalan Allah dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang selalu mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan. Dan senantiasa mensyukurinya dengan tunduk dan taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala..

Kiat Menggapai Sholat yang Khusyu’




Oleh: Minah Mahabbah


Sholat adalah rukun Islam  yang kedua dan merupakan amalan yang pertama kali dihisab di hari kiamat. Jika sholat seorang hamba itu baik maka baik pula amalan lainnya. Oleh karena itu, sholat kita harus khusyu’. Sungguh beruntung dan bahagianya orang-orang yang beriman, orang yang mampu memiliki kekhusyuan dalam sholatnya. Imam Qurthubi berkata, khusyu’ adalah suasana didalam jiwa yang tertampakkan pada anggota tubuhnya berupa ketenangan dan ketundukan.

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’  dalam sholatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna.” (QS. Al-Mu’minun:1-3).

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk menjalankan sholat dan menggapai sholat yang khusyu’. Bagaimana caranya? Yuk simak.

Kiat menggapai sholat khusyu’ :
Pertama, Menanamkan niat ikhlas didalam hati semata-mata karena Allah. Niat ikhlas adalah wajib, karena niat ikhlas merupakan syarat diterimanya suatu amal.

Segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya segala perbuatan itu berlandaskan niat, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang tujuan hijrahnya untuk meraih dunia, atau untuk menikahi wanita, maka hijrahnya  sebatas apa yang menjadi tujuan hijrahnya itu.” (HR.Bukhari).

Kedua, Tidak menghadirkan didalam hatinya kecuali segala sesuatu yang ada didalam sholat.
Ketiga, Hendaklah merasa bahwa kita berhadapan dengan Allah, mentadabburi/memahami bacaan sholatnya.

Sholat khusyu’ dapat diraih dengan mengawali tata cara berwudhu dan sholat yang benar sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah Shollallahu ‘alaihi Wassalam. Sholat yang khusyu’  akan menjadikan dekat dengan Allah, hatinya tenang dan tenteram. Semoga kita mampu menjaga kekhusyu’an dalam sholat kita. aamiin.

Senin, 29 Oktober 2018

Usamah bin Zaid, Panglima Perang Termuda




Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)

Pada tahun  ke 7 sebelum hijrah, saat itu Rasulullah beserta sahabat-sahabatnya di Mekah sedang berjuang mengatasi Quraisy.  Kesulitan dan kesusahan dakwah menyebabkan beliau harus sabar. Tiba-tiba seberkas cahaya memancarkan kebahagiaan. Telah  datang kabar bahwa Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki. Menjadi cerah wajah Rasulullah memancarkan kebahagiaan.

Siapa bayi yang lahir itu? yang mampu membuat hati Rasulullah bergembira?dia adalah Usamah bin Zaid.  Ibunya bernama Ummu Aiman dan Ayahnya bernama Zaid bin Haritsah.

Ummu Aiman adalah hamba sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab, orang yang mengasuh dan memelihara Rasulullah saat  ibunya wafat. Kemudian ayah Usamah adalah kesayangan Rasulullah yaitu Zaid bin Haritsah. Zaid pernah diangkat Rasulullah sebagai anak angkat  sebelum ia masuk Islam.


Usamah tumbuh sebagai pribadi yang besar, cerdik dan pintar, berani luar biasa, bijaksana, menjaga kehormatan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela, pengasih dan dikasihi banyak orang, takwa, wara’ (berhati-hati) dan mencintai Allah Subhanahu Wa ta’aala.

Dalam perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam dengan anak-anak yang sebayanya, putra-putra para sahabat, mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagaian ada yang diterima untuk ikut dan ada pula yang ditolak karena usia masih sangat muda. Termasuk Usamah bin Zaid yang tidak diterima. Dia sedih karena tidak diperkenankan untuk berperang dibawah panji Rasulullah. Namun, pada perang Khandak, Usamah pun datang lagi menghadap Rasulullah  agar diperkenankan untuk ikut perang. Dan akhirnya Rasulullah pun mengizinkan. Usamah  pergi berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah, saat itu dia berusia sekitar 15 tahun.

Pada tahun ke 11 Hijriah Rasulullah menurunkan perintah agar menyiapkan bala tentara untuk memerangi pasukan romawi. Dalam pasukan itu terdiri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq,  Umar bin Khattab, Saad  Bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat yang lain. Kemudian Rasulullah  mengangkat Usamah yang muda menjadi panglima seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu, Usamah belum berusia 20 tahun.

Ketika Kaum Muslimin hendak berangkat bersama pasukan Usamah dan mereka menenemui Rasulullah dan saat itu Rasulullah dalam keadaan sakit. Namun Beliau tetap memerintahkan Usamah agar berangkat untuk perang. Ketika Usamah mencium wajah Rasulullah, Rasulullah mendoakan dan mengusap kepala Usamah.

Usamah  kembali di medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehinggga orang mengatakan, “belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid”.

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat yang terhormat dan dicintai Kaum Muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti Sunnah Rasulullah  dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.

Setelah menjalani hidup bersama para sahabat, Usamah bi Zaid wafat tahun 53 H/673 M pada masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah.

Inilah sedikit cuplikan tentang kisah sahabat Rasulullah. Menjadi panglima perang termuda. Usamah bin Zaid, seorang pemuda yang berani dalam membela agama Allah tanpa memperdulikan sesuatu yang mengancam jiwanya. Alangkah indahnya bila pemuda sekarang, mampu menjadi pemuda penerus bangsa  yang mampu merubah peradaban yang ada sekarang menjadi peradaban yang gemilang, yakni peradaban Islam. Pemuda sekarang, patut meniru sosok sahabat yang pemberani seperti Usamah bin Zaid. Wallahua’lam.

Arqam bin Abil Arqam, Rumahnya Yang Menjadi Markas Dakwah





Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)


Ketika kita berbicara tentang sahabat Rasulullah, mungkin tidak semua yang mengetahui sosok para sahabat yang ada di zaman Rasulullah. Namun, bila kita membaca kisah-kisah mereka pasti akan berkobar semangat dalam perjuangan dakwah Islam. Mereka gigih mempertahankan keimanannya demi meraih keridhoaan Allah Subhnahu wa ta’aala.

Namun, apa yang terbesit dalam benak anda tentang  Sahabat Rasulullah yang bernama Arqam bin Abil Arqam? Nama lengkap  Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Beliau termasuk golongan orang yang pertama memeluk Islam.

Rumah Arqam  berlokasi di bukit Shafa, yang merupakan markas utama dakwah, tempat Rasulullah  untuk berdakwah, yang saat itu dakwah masih sembunyi-sembunyi.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi Wassalam memilih tempat tinggal Arqam  sebagai tempat berkumpul Rasulullah dan para sahabat dalam menyebarkan Islam. hal ini disebabkan karena tempatnya agak terpencil diatas bukit shafa. Sehingga lebih aman dari gangguan kafir quraisy di Mekkah.

Disaat Islam mulai diajarkan, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam memerlukan sebuah tempat yang tenang untuk mengajarkan agama Islam.  Karena masa itu, bagi pemeluk Agama Islam, mereka dimusuhi dan disiksa oleh kaum Musyrik. Akhirnya Rasulullah memutuskan bahwa rumah Arqam yang terletak  dibukit shafa menjadi tempat yang cocok untuk Rasulullah menyampaikan Islam. karena tempatnya yang terpencil dan tidak menimbulkan kecurigaan. Terbukti selama  rumah itu digunakan, tidak ada orang kafir yang mengetahui.

Saat itu, orang-orang Quraisy benar-benar tidak mengetahui tempat itu dan tidak mengira bahwa rumah Arqam dijadikan sebagai markas dakwah Rasulullah. Oleh karena itu, rumah Arqam dijuluki sebagai Madrasah pertama bagi Kaum Muslimin untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam yang disampaikan oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pada saat itu, yang baru masuk Islam, berbondong-bondong datang ke rumah Arqam. Sahabat-sahaabt yang datang merupakan  muda maupun tua. Rasulullah mendidik dan membentuk jiwa-jiwa yang tangguh dalam berdakwah dan membela Islam. rumah Arqam telah menjadi sekolah dan tempat berlindung 40 orang pemeluk Islam pertama.

Arqam adalah sahabat yang sangat taat kepada Nabi, Arqam selalu bertempur dengan gagah berani, melawan kaum Musyrikin. Dia terus berjihad di jalan Allah baik dengan harta dan jiwa. Ketika Arqam merasa ajal mendekatinya, dia berwasiat agar Saad bin Abi Waqash yang nantinya menshalatkan dirinya. Wallahua’lam.
Semoga kita mampu, taat kepada Allah dan Rasul, serta berupaya untuk istiqomah dengan Islam dan keimanan kita. layaknya sahabat-sahabat Rasulullah yang terus menyampaiakan dan berjuang untuk Islam. Aamiin.

Mush’ab bin Umair, “Sales” yang Mempromosikan Islam di Madinah





Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)


Mari kita berkaca pada sahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi Wassalam, yang di usia muda telah memahat banyak kebaikan. Mereka adalah pemuda yang mengukir peradaban nan mulia, peradaban Islam. Mari kita berkenalan dengan Mush’ab Bin Umair.

Kisah tentang Mush’ab bin Umair tentunya sudah banyak yang pernah mendengar atau membacanya. Dan mungkin masih ada yang belum mengetahuinya. Karenanya yuk kita segera untuk membacanya, sebab, jika kita mengetahui kisah-kisah pemuda atau sahabat di zaman Rasulullah, maka kita pasti akan kagum, takjub, terpesona dan mungkin akan meleleh air matanya.

Yuk berkenalan dengan Mush’ab bin Umair. Namanya Mush’ab bin Umair, terlahir dari bangsawan kaya raya. Kehidupannya bergelimang harta dan kemewahan. Selain kaya raya Mush’ab juga tampan dan rupawan. Pantas saja saat beranjak dewasa beliau menjadi buah bibir di kalangan wanita Arab kala itu. Tidak ada kaum hawa yang tidak terpikat oleh pesonanya.

Tapi semua itu beliau tinggalkan ketika memilih jalan Iman-Islam. Beliau pun bergabung dalam barisan dakwah Islam. Tidak tanggung-tanggung, amanah dakwah nan agung pun Baginda Rasulullah sematkan padanya.

Mush’ab Bin Umair, seorang pemuda yang menjadi “sales” untuk mempromosikan Islam di Madinah. Beliau yang mengislamkan para kepala suku di sana. Pemuda yang tampan dan berasal dari keluarga yang mapan ini, rela berkubang pada sengsaranya dunia demi mengejar kenikmatan Surga. Benar saja, perannya di Madinah begitu besar. Menjadi salah satu tonggak berdirinya daulah Islam.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat Nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Rasulullah mengutusnya mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah. Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi dan para sahabat hijrah.

Pada saat dakwah periode Madinah, Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada saat perang Uhud, ia membawa bendera perang kemudian datang penunggang kuda dari pasukan Musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-laitsi yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah. Lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Benderapun ia pegang dengan tangan kirinya. Kemudian Ibnu Qomai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab langsung mendekap bendera tersebut di dadanya. Dan kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut.  Setelah mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib.

Saat Rasulullah melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid, Beliau mendoakan dan kemudian beliau berkata kepada jasad Mush’ab “sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorangpun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.

Tak sehelaipun kain untuk kapan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh diatas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya jika ditutup kakinya terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya. Dan kakinya tutup dengan rumput idkhir.” Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usinya 40 tahun. Wallahua’lam

Kamis, 25 Oktober 2018

Tips Menulis Agar Tetap Eksis





Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)


“Ilmu laksana buruan dan catatan adalah talinya, maka ikatlah urusanku dengan tali yang kuat.” (Imam Syafii)

Sejatinya, Kita harus menorehkan tekad dan kesadaran bahwa dengan tulisan, kita mampu mengiris-ngiris kefasadan, memotong kejahiliahan dan menghancurkan kezaliman. Dengan tulisan pula mampu berperan besar dalam melukiskan kemuliaan dan keagungan Islam.


Karana itu, maka kita harus menulis. Menulis untuk menabur kebaikan. Tulisan tidak hanya disimpan dicatatan pribadi kita saja, namun, tulisan kita juga harus eksis, banyak yang membacanya dengan cara menyebarkannya. Bagiamana caranya? Yuk simak tips menulis agar tetap eksis.



Tips Menulis agar tetap Eksis

Niat dan motivasi jernih

Kobaran motivasi bergantung percikan niat. Jika niatnya benar maka motivasinya pun akan jernih.  Karena itu, menulislah dengan niat semata-mata hanya ingin meraih ridho Allah, sehingga motivasi menulisnya semakin berkobar.


Rajin menulis

Dengan rajin menulis, kita akan semakin terbiasa/menjadi habit. Tidak menulis malah merasa gelisah atau ada yang kurang. Sehingga berupaya untuk terus menulis. Menulis tiapa hari atau minimal 1 minggu 1 tulisan. Agar tetap terasa mudah dalam menulisnya.

🌷 *Kemauan Yang Kuat*

Kemauan yang kuat ini juga sangat  penting, karena tanpa ini, tulisan2 tidak akan kelar  dan pasti ngak bisa eksis

Emang kebanyakan penulis pemula atau yang baru  belajar  menulis, katanya "ide sudah banyak  tapi menuangkan dalam tulisan yang belum kelar"

Belum lagi dengan  alasan sibuk dll... jadi tidak nulis-nulis deh. Oleh karena itu, kemauan yang kuat itu sangat  penting

Membagikan dan menyebarkan ilmu pengetahuan (tulisan)

Membagikan dan menyebarkan tulisan kepada orang lain itu penting, akan mendapatkan pahala yang tiada tara. Tulisan tidak hanya kita simpan dicatatan pribadi kita saja. Akan tetapi, Rajin membagikan tulisan, maka akan semakin banyak yang  membaca tulisan kita. Mempublikasikan tulisan bisa menggunakan facebook, blog pribadi, atau media sosial lainnya, atau menembus media lokal maupun media online lainnya. dan bisa membukukannya. Dengan begitu, tulisan kita akan eksis. Yang penting rajin menulis dan membagikannya.

Sebagai alat membangun jaringan, apalagi di media sosial.

Walaupun tidak mengetahui orangnya, akan tetapi, tulisan dimana-mana. banyak kenal kita hanya dengan tulisan, banyak yang membaca, apalagi tulisan kita bisa dishare oleh banyak orang karena tulisan yang disampaikan mengandung manfaat dan kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu, Menulislah! Insyaallah akan bermanfaat buat kita dan orang lain.

Menghindari dari kepikunan dan meningkatkan kualitas diri.

Karena seringnya menulis, maka ilmu itu selalu kita ingat, terhindar dari kepikunan dan meningkatkan kualitas kita. sehingga karena rajinnya menulis, maka kita pun akan semakin banyak membaca.

Mewariskan ilmu bagi peradaban mendatang

Walaupun kita sudah tidak ada, tapi karya kita yang selalu dikenang. Karya-karya kita sebagai pembuktian bahwa bentuk kecintaan kita terhadap Islam. Hanya dorongan rasa cinta pada Islam yang menjadi bahan bakar sehingga mampu menghasilkan banyak karya tulis yang sangat bermanfaat bagi kita dan peradaban  mendatang.

Semoga tips diatas bermanfaat, menjadikan tulisan kita bisa tetap eksis, selama mana kita mau menulis dan menyebarkannya. sehingga membuat kita semakin semangat menulis. Menulis untuk mencerahkan umat.

Saatnya kita rajin menebar tulisan yang berisi pesan-pesan alquran dalam rangka menabur kembali benih-benih peradapan Islam. Agar semakin banyak orang yang tercerahkan dengan Islam yakni melalui tulisan-tulisan kita. Tentu saja hal ini bisa menjadi pembuktian bahwa kita sangat cinta pada Islam dan peduli terhadap umat Muslim. Menulis hanya ingin mengharapkan Ridho Allah. Insyaallah.

Menulis, Menabur Kebaikan



Oleh: Minah, S.Pd.I
(Penulis Motivasi)


Banyak yang bilang, menulis itu susah, susah karena tidak berbakat dalam menulis, susah untuk memulai, susah merangkai kata, susah mengeluarkan ide idenya. Serta tidak ada inspirasi. Bahkan terkadang kehabisan kata-kata saat ingin menulis. Sehingga tulisan tidak terselesaikan. Padahal menulis itu asyik!

Kita harus terus berupaya agar mampu menulis. Karena kita mempunyai potensi untuk menulis. Allah sudah memberikan kita akal sehingga kita mampu mencari ilmu. Dengan ilmu yang kita dapat maka kita  pasti bisa menulis. Banyak membaca dan Menulislah!

Sejatinya, Kita harus menorehkan tekad dan kesadaran bahwa dengan tulisan, kita mampu mengiris-ngiris kefasadan, memotong kejahiliahan dan menghancurkan kezaliman. Dengan tulisan pula mampu berperan besar dalam melukiskan kemuliaan dan keagungan Islam.

Ketika lisan tak mampu menyuarakan kebenaran maka Menulislah! berharap dengan tulisan itu dibaca oleh banyak orang.  Kita mampu menuliskan sesuatu yang bermanfaat dan terpenting menyampaikan kebenaran. Dengan tulisan itu, mampu membuat terapi menyelesaikan masalah. Karena menulis sebagai pengingat diri dan dakwah.

Menulis tidak sekadar menulis apa yang ada dibenak kita namun mampu berpengaruh untuk orang banyak yakni menulis untuk menyampaikan kebenaran Islam, karena itu semua akan dipertanggungjawabkan kelak. Jika tulisan itu benar, maka akan bernilai pahala, selama banyak yang terinspirasi dengan tulisan kita.

Dengan menulis, kita mampu melahirkan tulisan-tulisan yang menyentuh hati, serta menorehkan kesadaran pada setiap Muslim terkait tentang Islam, maupun tentang kaum Muslim.

Coba kita tengok para ulama-ulama terdahulu seperti Imam Syafii, Imam Bukhari, dan ulama-ulama besar lainnya, dengan ketajaman pena mereka, mereka menorehkan jemarinya untuk memberikan pencerahan bagi para pencari kebenaran. Walaupun mereka sudah tidak ada, tapi karyanya yang selalu dikenang. Karya-karya agung mereka sebagai pembuktian bahwa bentuk kecintaan mereka terhadap Islam. Hanya dorongan rasa cinta pada Islam yang menjadi bahan bakar mereka, sehingga mereka mampu menghasilkan banyak karya tulis yang sangat bermanfaat bagi kita.

Oleh karena itu, menulislah untuk menyampaikan kebenaran Islam, Menulis itu mudah yang penting ada motivasi dan kemauan yang kuat untuk menulis, sering latihan, serta banyak membaca. kemampuan menulis kita juga akan semakin terasah dengan sering kita menulis. Menulislah untuk mengubah dunia, menciptakan perubahan kearah yang lebih baik.  Menulis untuk menabur kebaikan.

Saatnya kita rajin menebar tulisan yang berisi pesan-pesan alquran dalam rangka menabur kembali benih-benih peradapan Islam. Agar semakin banyak orang yang tercerahkan dengan Islam yakni melalui tulisan-tulisan kita. Tentu saja hal ini bisa menjadi pembuktian bahwa kita sangat cinta pada Islam dan peduli terhadap umat Muslim. Menulis hanya ingin mengharapkan Ridho Allah. Insyaallah.

“Ilmu laksana buruan dan catatan adalah talinya, maka ikatlah urusanku dengan tali yang kuat.” (Imam Syafii)

Selasa, 23 Oktober 2018

Saling Menasihati dalam Kebaikan




Oleh: Minah Mahabbah
(Penulis Motivasi)


Rasulullah SAW Bersabda, “ Agama itu adalah nasehat. Kami pun bertanya: untuk siapa wahai Rasulullah? Rasulullah saw berkata: untuk Allah, KitabNya, RasulNya, pemimpin umat Islam dan orang Islam seluruhnya.” (HR. Muslim).


Sejatinya, teguran itu adalah nasehat bagi setiap manusia. Ibarat sebuah cermin. Manusia tidak dapat melihat noda yang menempel diwajahnya bila tidak bercermin. Begitu juga dengan teguran, terkadang manusia tidak sadar bila dirinya salah dan khilaf. Bahkan ada juga yang merasa sombong dan merasa paling benar.


Manusia yang menolak ditegur adalah manusia yang sombong dan kerdil pemikirannya. Akan tetapi, bagi orang yang mau menerima teguran, dia adalah manusia yang bijak dan mau memperbaiki akan kesalahannya.


Yang lebih parah jika seorang itu malah marah dalam kebenaran, saaat dinasehati untuk kebenaran dan kebaikan, tapi justru merasa paling benar dan sombong. Padahal sejatinya, bagi orang yang berakal, maka dia akan marah dalam kebatilan. Marah jika ada kemaksiatan dihadapannya. Bukan malah marah-marah saat dinasehati untuk kebenaran.


“Orang yang dungu, marah terhadap kebenaran, sedangkan orang yang berakal marah terhadap kebatilan.” ( al Imam Ibnu ‘Abdil-barr rh)


Memang terkadang manusia tidak suka dengan teguran karena didalam dirinya ada sifat egois, yang merasa dirinya selalu benar. Padahal manusia tempatnya salah dan lupa. Ada kalanya manusia itu berbuat kesalahan sehingga harus ada yang mengingatkan dan menasehati dia. Menasehati dalam kebaikan.


Karena manusia mempunyai kewajiban untuk saling menasehati dalam hal kebaikan. Itu tandanya dia sayang terhadap saudaranya sehingga dia menasehati jika saudaranya berbuat kesalahan.


Oleh karena itu, terimalah teguran atau nasehat yang diberikan oleh saudara kita jika itu yang terbaik menurut pandangan Islam. Saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.

Senin, 22 Oktober 2018

*Panji Tauhid, Panji Mulia*




Oleh: Minah, S.Pd.I
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Di dalam Islam, bendera ini telah menduduki posisi yang sangat tinggi. Dahulu, bendera ini selalu dipasang oleh tangan yang suci dan mulia, tangan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa sallam di atas sebilah tombak dalam setiap peperangan dan ekspedisi militer.

 Begitu mulianya kedudukan bendera ini, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyerahkan bendera ini kepada beberapa sahabat yang sangat pemberani, seperti Ja’far ath-Thiyaar, ‘Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin ‘Umair. Para sahabat ini senantiasa mempertahankan bendera dan panji-panji ini dengan penjagaan yang sangat sempurna. Mereka menjaga benderanya dengan sepenuh jiwa dan hati.

 Di masa Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam, panji dan bendera memiliki kedudukan yang sangat mulia, sebab, di dalamnya bertuliskan kalimat tauhid, ‘La Ilaha illaAllah Muhammad Rasulullah’.

 Telah dikuatkan dalam beberapa riwayat bahwa ada dua bendera dalam Islam. Yang pertama disebut Al-Liwa’, sebagai tanda bagi pemimpin  tentara kaum muslimin dan sebagai bendera Negara Islam. Sedangkan bendera lain disebut Ar-Rayah dan digunakan oleh tentara kaum muslimin.

 Bendera Al-Liwa’ Rasulullah. Adalah sepotong kain putih dengan tulisan “Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah” di tengahnya. Bendera Ar-Rayah Rasulullah, adalah sepotong kain wol hitam dengan tulisan “Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rasulullah” di tengahnya. Dengan demikian, Liwa’ adalah bendera putih dengan tulisan hitam, sedangkan Rayah adalah bendera hitam dengan tulisan putih.

 “Panji (rayah) Rasulullah SAW berwarna hitam dan benderanya (liwa) berwarna putih, tertulis padanya: Laa Ilaha IllaAllah Muhammad Rasulullah.” (HR.Thabrani).

Jadi teringat  kisah Rasulullah, pada saat  kaum Muslim menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi Khaibar, tetapi mereka belum berhasil mengalahkan musuh hingga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Besok akan kuserahkan bendera perang (ar Rayah) ini kepada seseorang yang Allah dan Rasul mencintainya dan dia pun mencintai Allah dan RasulNya. Allah akan memenangkan kaum Muslimin lewat tangannya.”

Para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar ra berkata, “aku tidak pernah berambisi terhadap kebesaran, kecuali pada waktu ini.”

Pada pagi hari itu sahabat bergegas berkumpul dihadapan Rasulullah. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Rasulullah bertanya, “dimanakah Ali”? mereka menjawab, “dia sedang sakit mata, sekarang dia berada diperkemahannya.” Rasulullah  mengatakan “panggillah dia”. Maka mereka memanggilnya.

Kemudian Ali datang dalam keadaan sakit mata lalu Rasulullah meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit. Beliau menyerahkan panji arrayah dan berwasiat kepadanya. “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab demi Allah, seandainya Allah memberikan hidayah seorang diantara mereka lewat tanganmu maka itu sungguh lebih baik bagimu daripada  onta merah (harta bangsa arab yang paling mewah ketika itu.” (HR. Muslim)

Kemuliaan bendera tersebut menjadi salah satu kebanggan bagi para pembawanya. Tak terkecuali para sahabat yang Allah muliakan. Mereka berlomba-lomba untuk  menawarkan diri membawa bendera tersebut. Apalagi jika langsung diamanahi oleh Rasulullah. Mereka sangat senang.  Mereka akan berusaha untuk menjaga dan melindungi walaupun nyawa taruhannya. Seperti sahabat Rasulullah yakni Mush’ab bin Umair.

Mush’ab bin Umair adalah seorang yang tampan dan kaya raya, namun, setelah dia masuk Islam dan memperjuangkannya dia menjadi orang yang sederhana. Dan rela mempertaruhkan nyawanya demi Islam. Mush’ab termasuk Duta pertama Islam.

Dalam perang uhud, Mush’ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Rasulullah, maka ia mengacungkan bendera setingi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya. Lalu maju menyerang musuh. Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda lalu menebas tangan kanan Mush’ab hingga putus. Sementara mush’ab meneriakkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”

Maka mush’ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya hingga putus. Mush’ab membungkuk, lalau kedua pangkal lengan meraihnya kedada lalu berucap “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”

Lalu orang berkuda tersebut menyerang yang ketiga kalinya dengan tombak dan menusukkannya hingga tombak itu patah. Mush’ab gugur dan bendera jatuh. Ia gugur dan syahid.

Masyaallah, begitu mulianya panji Rasulullah. Dan harus dijaga kemuliaannya. Karena Panji Rasulullah merupakan panji tauhid, panji Mulia. Dan merupakan benderanya kaum Muslim. Warna yang hitam (rayah) dan putih (Liwa). Dan bertuliskan kalimat Tauhid. Wallahua’lam.

#CintaTauhid
#CintaBenderaRasulullah
#GerakanMedsosUntukDakwah
#Revowriter
#JemariMenariMinah

Selasa, 16 Oktober 2018

Minah, S.Pd.i, Pemuda Pengukir Peradaban




Oleh: Minah, S.Pd.I 
(Pemerhati Remaja)


Pemuda adalah agen perubahan, dialah penerus bangsa yang  mampu mengubah wajah peradapan. Usia mereka yang kuat dan produktif, dan mampu menjadi agent of change.  Para pemuda harus memahami identitas dirinya. Berpegang teguh pada prinsip yang kuat. Prinsip yang lahir dari sebuah keyakinan dalam memandang kehidupan. Agar mampu menjadi pemuda pengukir peradapan.

Yuk kita berkaca pada sahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam yang di usia muda telah  banyak melakukan kebaikan. Mereka adalah pemuda yang mengukir peradaban nan mulia, peradaban Islam. Mari kita berkenalan dengan Mush’ab Bin Umair. Seorang pemuda yang menjadi “sales” untuk mempromosikan Islam di Madinah. Beliau yang mengislamkan para kepala suku di sana. Pemuda yang tampan dan berasal dari keluarga yang mapan ini, rela berkubang pada sengsaranya dunia demi mengejar kenikmatan Surga. Benar saja, perannya di Madinah begitu besar. Menjadi salah satu tonggak berdirinya daulah Islam.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
Berikutnya Ali bin Abi Thalib. Seorang pemuda belia yang mantap memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Ia dikenal cerdas, sholeh, dan tentu saja sebagai pejuang Islam.

 Selanjutnya adalah Muhammad Al-Fatih. Sejak kecil dididik dengan intensif oleh ulama pilihan. Menguasai 7 bahasa ketika berumur 23 tahun, menjadi gubernur ibukota ketika berumur 21 tahun. Semenjak baligh hingga meninggal tidak pernah meninggalkan rawatib dan tahajud, dan beliau adalah pembukti dari bisyaroh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wassalam. Muhammad Al-Fatih adalah penakluk konstantinopel. Pemuda yang mengubah peradaban gelap Eropa, menjadi peradaban yang terang benderang di bawah cahaya Islam. Luar biasa!

Demikian beberapa contoh pemuda Islam terdahulu. Kiprah mereka luar biasa dalam membangun peradaban Islam. Sebagai pengukir peradapan. Masih ada harapan bagi Pemuda untuk bangkit, lebih dari sekadar penerus tongkat estafet. Di pundak kalianlah harapan bangsa, terwujudnya kembali kejayaan Islam. Karena kalian adalah agent of change, generasi yang akan menenggelamkan kelamnya peradaban sekuler dan menggantinya dengan peradaban Islam yang penuh cahaya kemuliaan. Wallahua’lam.

Jumat, 12 Oktober 2018

Dibalik Generasi Hebat, Ada Seorang Ibu Yang Hebat




Oleh: Minah, S.Pd.I


Anak adalah aset generasi mendatang yang sangat berharga, karena di tangan merekalah tergenggam masa depan umat.  Siapa yang akan menggantikan generasi kita sekarang, kalau bukan anak-anak kita kelak?  Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi kita memperhatikan dan mempersiapkan strategi pengasuhan dan pendidikan yang baik untuk anak-anak, termasuk proses tumbuh kembang anak dalam rangka mengarahkan dan membimbing mereka menuju tujuan yang diharapkan, yaitu mewujudkan generasi masa depan yang berkualitas, generasi yang menjadikan kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah di atas kecintaan-kecintaannya yang lain, halal dan haram dijadikan landasan dalam berbuatnya.  Generasi yang doa-doanya senantiasa diijabah oleh Allah swt, yang doa-doanya senantiasa mengiringi langkah-langkah ayah ibunya walaupun keduanya telah tiada.

Generasi berkualitas dan hebat ini, bisa demikian karena dibalik mereka ada seorang ibu yang hebat. Peran seorang ibu sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Karena apa? karena peran ibu akan menentukan kualitas generasi muda. karena ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Ibu yang melahirkan (mempertaruhkan nyawa).

Peran ibu yang lain yakni pendidik pertama (sejak dalam kandungan), sehingga Islam memuliakan peran seorang ibu. Beruntunglah wanita yang mengambil peran sebagai ibu.  Allah berikan jalan seluas-luasnya untuknya menuju surga dengan mudah, disisi lain Allah berikan tanggung jawab yang agung bagi ibu mengantarkan anak-anaknya menuju surga. Setiap langkah kaki ibu di rumah tangganya dan dalam mengasuh serta mendidik anak-anaknya, apapun yang dilakakukan ibu untuk anaknya bernilai pahala yang agung.

Sosok ibu yang  mulia tentu saja menjadi dambaan setiap wanita. sebagai agama yang sempurna, Islam telah mengatur peran ibu sedemikian mulia dan tak tergantikan siapapun. ia sebagai hamba Allah yg senantiasa mentaatiNya, ia adalah seorang istri yg berbakti kepada suaminya karana keridhoan RobbNya bergantung kepada keridhoan suaminya. Peran ibu tidak hanya mengandung, melahirkan, menyusui, merawat dan mendidik supaya buah hatinya tumbuh besar dan cerdas. Akan tetapi, ia juga mempunyai kewajiban untuk mendakwahkan Islam ke tengah masyarakat supaya terwarnai dengan Islam serta untuk tegaknya syariat Allah di muka bumi. Sungguh, ibu hebat di mata Allah Ta’aala adalah ibu yang dapat mendidik anak-anaknya menjadi generasi pejuang Islam yang tangguh.

#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Mencetak Anak Sholeh





Oleh: Minah, S.Pd.I

Anak adalah amanah dari Allah SWT yakni titipan yang harus diperlakukan dengan baik. Anak juga merupakan harapan masa depan dan kehidupan akhirat. Apa yang kita berikan kepada anak, hasilnya bukan saja untuk dinikmati  saat di dunia, bahkan hingga akhirat. Jika orang tua mampu mencetak anaknya dengan mendidiknya, maka anak bisa menjadi anak sholeh. Karena doa anak sholeh merupakan pahala yang terus mengalir kepada kedua orang tua walaupun orang tua sudah meninggal.

“Bila meninggal seorang manusia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sodakoh jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Bagi setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi sholeh dan  cerdas. Benar? Akan tetapi sekadar ingin saja itu belum cukup, harus ada kerja keras untuk mendidik anak-anaknya. Namun, kerja keras saja belum cukup, perlu kecerdasan. Orang tua harus cerdas sebelum membuat anaknya cerdas. Oleh karena itu, orang tua juga sangat membutuhkan ilmu agar mampu mendidik anaknya sesuai dengan Islam. Karena tidak sedikit orang tua yang belum memahami cara mendidik anak yang benar.

Nah, bagaimana cara mencetak Anak Sholeh? Yakni dengan mendidiknya dengan benar sesuai Islam. Islam memberikan arahan kepada umatnya untuk menjani proses belajar sejak kecil. Tidak hanya ketika manusia lahir ke dunia, namun sejak janin berada dikandungan ibu. Ketika  anak dalam kandungan, ibu mulai menerapkan pendidikan yang Islami pada anaknya. Dengan membiasakan perilaku-perilaku terpuji, membaca alquran, berbahasa santun, membelai bayi melalui perutnya. Serta mengajaknya berbicara. ketika bayi, balita, pra baligh, baligh hingga pasca baligh maka didiklah. Mengajarkan mereka sholat, baca alquran, menutup aurat sejak dini, berkata baik dan sopan. De el el deh.. agar kelak anak mampu menjadi anak sholeh.

Menjadi anak Sholeh itu tidak mudah, namun butuh belajar dan bimbingan dari orang tuanya. Anak sholeh harus mampu memiliki kepribadiaan Islam dan berbakti kepada kedua orang tua. Kepribadian Islam ini terbentuk dari pola pikir dan pola sikap yang Islam.

Pola pikir (Aqliyah) merupakan cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu yakni mengeluarkan keputusan hukum tentang sesuatu, berdasarkan kaidah tertentu yang diimani dan diyakini. Jika disandarkan pada akidah Islam maka pola pikir tersebut termasuk pola pikir Islami (Aqliyah Islamiyah).

Sedangkan pola sikap (Nafsiyah) adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri. Upaya memenuhinya berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakini. Jika dilaksanakan dengan sempurna berdasarkan akidah Islam maka pola sikapnya adalah pola sikap Islami (Nafsiyah Islamiyah).

Untuk membentuk kepribadian Islam, tidak cukup hanya pola pikir saja, namun harus dengan pola sikap juga. Pola pikir islam yang melalui pemikiran bersumber dari alquran dan hadits. Memahami aqidah Islam dan menjadikannya sebagai landasan berpikir. Mengeluarkan keputusan hukum tentang benda dan perbuatan manusia sesuai hukum-hukum syara’. Mampu mengetahui halal dan haram. Memahami  hukum Islam yang berkaitan dengan ibadah, halal dan haramnya makanan dan minuman, pakaian, akhlaq, muamalah, pergaulan dan lain-lain.

Serta pola sikap islami dibangun dari perilaku yang berasal dari persepsi Islam. sehingga ketika memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri sesuai dengan landasan Islam. Selalu melaksanakan ibadah dengan khusyu’ sesuai syariat, selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, selalu menutup aurat, Selalu menampakkan akhlakul karimah, giat menuntut ilmu.

Salah satu wujud dari kepribadian Islam adalah memahami arti hidup dan kehidupan ini dengan sebenar-benarnya. Seorang hamba Allah yang khusyu dalam sholat, menjauhi perkataan yang tiada berguna, membayar zakat, menundukkan pandangan, menutup aurat, memelihara amanat, memenuhi kesepakatan dalam perjanjian, memenuhi janji yang diucapkan, dan berjihad fi sabilillah  dan lain sebagainya.

Selain itu juga, anak sholeh harus Birr ul-wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua) yakni semua bentuk kebaikan untuk mentaati kedua orangtua dan bentuk ketaatan yang bisa membuat orangtua menjadi ridho, hatinya tenang dan bergembira.

“Ridho Allah bergantung pada keridhaan orangtua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orangtua.” (HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim).  “Amal mana yang paling dicintai oleh Allah?  Rasul menjawab: shalat pada waktunya.  Kemudian apa?  Beliau menjawab: birr ul-wâlidain (berbakti pada orang tua).  Kemudian apa? Jihad di jalan Allah”. (HR. Bukhari, no. 496).

Seorang anak sholeh tidak boleh mencaci maki orantua, memarahi atau mengolok-ngoloknya. “Yang termasuk dosa besar adalah menyekutukan Allah, mencaci maki orangtua, membunuh, dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari, no. 6182).

Anak sholeh harus mematuhi perintah orangtuanya selama tidak bertentangan dengan Islam, berbuat baik, berkata lemah lembut, mengurusi dan merawat mereka, menjalin silaturahmi, dan mendoakannya.

Anak shaleh akan berupaya untuk berbakti kepada orangtua selamanya. Salah satu karakter penting anak shalih adalah menjadi pengemban dakwah yang senantiasa menjaga dan membela Islam hingga amalnya itu terus mengalir bagi orangtua yang disayanginya. Insya Allah.

#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Mendidik Generasi Milenial



Oleh: Minah, S.Pd.I

Perkembangan teknologi dan komunikasi  memberikan tantangan dalam pendidikan anak zaman sekarang. Anak-anak berada di dunia milenial, dimana dia dikepung dari berbagai informasi positif dan negatif. Tontonan dan tayangan yang berseliweran susah untuk disaring.

Disini orang tua  harus bijak dalam menyikapi dunia digital, harus memiliki kesadaran akan dunia ini sehingga bisa mengambil keputusan-keputusan yang nantinya akan mendapatkan manfaat untuk mempermudah segala urusan hidup. Jangan sampai orang tua yang justru menjadi pelopor kerusakan anak-anak dengan memfasilitasi sarana digital.

Dunia pendidikan juga butuh dunia maya untuk mendapatkan berbagai informasi, ilmu dan sarana lainnya untuk lebih cepat mengakses dan lebih mempermudah urusan. Namun, orang tua juga harus cermat dalam menghadapi teknologi yang seharusnya dapat mengantarkan anak-anaknya tercerahkan dengan agamanya.


Setiap zaman akan berbeda bentuk kehidupannya. Karena itu, sebagai orang tua harus mempersiapkan anaknya dalam pendidikan yang terbaik untuk zamannya. Karena setiap zaman memiliki tantangan tersendiri yang akan dihadapi oleh setiap anak. Teringat akan pesan dari Ali bin Abi Thalib ra. “didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.”

Mendidik anak sesuai zaman itu bukan berarti mendidik mengikuti zaman. Akan tetapi, orang tua harus cerdas dalam mendidik anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam kerusakan dan ancaman. Mendidik dalam kebaikan agar anak memiliki ilmu dan pengetahuan. Dan terpenting memiliki aqidah  atau keimanan. Karena itu, sejak dini harus mendapatkan didikan yang baik.

Anak adalah amanah dari Allah SWT dan merupakan titipan yang harus diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, orang tua harus tahu bagaimana cara merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik sesuai dengan pandangan Islam. Dari amanah tersebut orang tua harus bisa menunaikan hak-hak anak dengan baik. Salah satu diantaranya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya.

Hak ini sudah ada sejak anak lahir bahkan sebelum mereka lahir. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban untuk menunaikan hak anak dengan baik sesuai tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Pendidikan dalam keluarga sangat penting dalam mengarahkan anak-anaknya. Dalam keluarga mereka dibina untuk menjadikan pribadi yang bertakwa. Disinilah peran orang tua sangat penting. Kedua orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi pertumbuhan anak-anaknya. Oleh karena itu, sangat penting sekali keterlibatan orangtua terhadap anaknya.

Setiap anak terlahir dalam keadaan suci, bersih dan tidak ada noda. Orang tualah yang membuat fitrahnya itu ternoda. Allah memberikan kemudahan dalam menerima aqidah Islam dalam pendidikan. Oleh sebab itu, tugas orang tua adalah menjaga fitrah anak tetap dalam kebersihan dan kesucian. Orang tua mendidik  anak agar taat kepada Allah SWT.

Anak adalah harapan masa depan dan untuk kehidupan akhirat. Apa yang kita berikan pada anak, hasilnya bukan saja untuk dinikmati  saat di dunia, tapi bahkan hingga akhirat. Jika kita mendidiknya dengan benar, maka anak bisa menjadi anak sholeh atau anak yang baik. doa anak sholeh adalah pahala yang terus mengalir kepada kedua orang tua walaupun orang tua sudah meninggal.

Tentu setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi sholeh dan  cerdas. Akan tetapi sekadar ingin saja itu belum cukup, harus ada kerja keras untuk mendidik anak-anaknya. Namun, kerja keras saja belum cukup, perlu kecerdasan. Orang tua harus cerdas sebelum membuat anaknya cerdas. Oleh karena itu, orang tua juga butuh ilmu agar mampu mendidik anaknya. Mendidik anak diera milenial ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena mendidik anak zaman sekarang butuh waktu yang ekstra untuk memahamkam. karena tidak sedikit orang tua belum memahami cara mendidik anak yang benar.

Kewajiban seorang ibu dalam rumah tangga suaminya sekaligus pengasuh, pemelihara dan pendidik pertama anak-anaknya. Hal inilah yang mendorong setiap perempuan harus menyadari bahwa tanggungjawabnya untuk memenuhi dan menyempurnakan perannya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.

Namun, seringkali menjadi ibu sebuah keluhan, ketidakberdayaan, beban ketika mengantarkan anak-anak menjadi anak-anak yang soleh, cerdas dan sehat. Karena memang meraih anak-anak unggul bukanlah pekerjaan yang mudah jika tidak diiringi ilmu yang memadai,  mengelola dan semangat yang terus menerus.

Seorang ibu mendidik anaknya sejak dalam kandungan. Jadi sejak anak dalam kandungan sudah mulai mendapat ilmu. Islam memberikan arahan kepada umatnya untuk menjalani proses belajar sejak kecil. Tidak hanya ketika manusia lahir ke dunia, namun sejak janin berada dikandungan ibu. Ketika  anak dalam kandungan, ibu mulai menerapkan pendidikan pada anaknya. Dengan membiasakan perilaku-perilaku yang baik, berbahasa santun, membelai bayi melalui perutnya. Serta mengajaknya berbicara.

 Sejak ibu mengandung hendaklah harus makan makanan yang halal dan sehat. Serta senantiasa memanjatkan doa agar Allah Ta’aala meridhoi dirinya dan anaknya yang akan dilahirkan. Seorang ibu berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban dan menambahkan amalan-amalan sunnah untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. dan akhlaknya terjaga untuk memberikan keteladanan kepada janinnya dengan sabar, dan tidak mengeluh apabila menghadapi kesulitan pada masa kehamilan.

Sejak kecil anak-anak diajari untuk berbuat kebaikan, menutup aurat, beribadah dan kewajiban-kewajiban yang lain. Ketika anak berenjak baligh, anak pun harus dididik dengan baik, apalagi di era milenial ini, teknologi semakin canggih, sudah seharusnya anak dihindari dari hp atau gadget. Tontonan-tontonan pun harus dihindari jika itu tidak baik bagi anak. Karena orangtua harus bisa mengawasi dan mendampingi anak-anaknya dari hal-hal yang berbahaya.

Begitu besar peran seorang ibu, dia adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Perilaku seorang ibu, anak menerima keteladanan. Kasih sayang ibu menjadi jaminan awal untuk tumbuh kembangnya anak secara baik dan aman. Oleh karena itu, anak sangat butuh ilmu sejak kecil. Dengan begitu anak bisa tumbuh menjadi anak sholeh dan baik. Sehingga jika anak berenjak dewasa dan berada di era digital ini, maka dia berupaya memanfaatkan digital dengan sebaik mungkin. Dia akan mampu menghadapi zamannya. Mampu membedakan yang baik maupun buruk.

Jadi, tugas orang tua adalah mempertahankan nilai-nilai agama bagi buah hati dengan memperhatikan perkembangan zaman. Sehingga pendidikan berjalan tepat sesuai dengan kondisi tumbuh kembang anak. Karena mendidik anak di era digital ini, harus bisa mewujudkan kepribadian Islamnya hingga di puncak ketangguhannya, agar anak paham pemanfaatan teknologi baginya dan sejauh mana teknologi itu dapat merusak kepribadian Islamnya. Maka diperlukan peran orang tua dalam mendidik  anak-anaknya.


#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Cara Islami Mendidik Anak




Oleh: Minah, S.Pd.I


Anak adalah amanah dari Allah Subhanahu wa ta’aala dan merupakan titipan yang harus diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, orang tua harus tahu bagaimana cara merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik sesuai dengan pandangan Islam. Dari amanah tersebut orang tua harus bisa menunaikan hak-hak anak dengan baik. Salah satu diantaranya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya.


Hak ini sudah ada sejak anak lahir bahkan sebelum mereka lahir. Oleh karena itu, orang tua berkewajiban untuk menunaikan hak anak dengan baik sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’aala.


Pendidikan dalam keluarga sangat penting dalam mengarahkan anak-anaknya. Dalam keluarga mereka dibina untuk menjadikan pribadi yang bertakwa. Disinilah peran orang tua sangat penting. Kedua orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi pertumbuhan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda:


“Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya. Maka kedua orangtuanya yang menjadikan dia seorang yahudi, nasrani atau majusi.” (HR.Bukhari)


Setiap anak terlahir dalam keadaan suci, bersih dan tidak ada noda. Orang tualah yang membuat fitrahnya itu ternoda. Fitrah anak itu adalah Islam, Allah memberikan kemudahan dalam menerima aqidah Islam dalam pendidikan. Oleh karena itu, tugas orang tua adalah menjaga fitrah anak tetap dalam kebersihan dan kesucian. Orang tua mendidik  anak agar taat kepada Allah Subhanahu wa ta’aala.


Anak adalah harapan masa depan dan untuk kehidupan akhirat. Apa yang kita berikan pada anak, hasilnya bukan saja untuk dinikmati  saat di dunia, tapi bahkan hingga akhirat. Jika kita mendidiknya dengan benar, maka anak bisa menjadi anak sholeh. Dan doa anak sholeh adalah pahala yang terus mengalir kepada kedua orang tua walaupun orang tua sudah meninggal.


“Bila meninggal seorang manusia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu sodakoh jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)


Tentu setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi sholeh dan  cerdas. Akan tetapi sekadar ingin saja itu belum cukup, harus ada kerja keras untuk mendidik anak-anaknya. Namun, kerja keras saja belum cukup, perlu kecerdasan. Orang tua harus cerdas sebelum membuat anaknya cerdas. Oleh karena itu, orang tua juga butuh ilmu agar mampu mendidik anaknya sesuai dengan Islam. karena tidak sedikit orang tua belum memahami cara mendidik anak yang benar.


Anak-anak adalah aset orang tua di akhirat kelak, sehingga ibu layak dialirkan amal jariyah atas kesholehan anak-anaknya, wajar bila peran dan fungsi ibu dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya dituntut lebih dari yang lainnya dan tidak akan tergantikan oleh siapapun, karena jerih payah ibu , layak menerima doa anak-anak yang sholeh dan sholehah.


Akan berbeda jika anak-anak yang diasuh dan dididik oleh orang lain tentu akan mempengaruhi pengaruh ibu terhadap anak-anaknya sehingga anak-anak enggan berdoa, sekali-kali saja kalau ingat karena tidak didorong oleh kesholehan yang dibimbing oleh ibunya. Karena peran yang paling penting yang mendidik anak adalah seorang ibu. Karena ibu lah pendidik (guru) pertama bagi anak-anaknya.


Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (HR Muslim)


Hadits ini menunjukkan bahwa  kewajiban seorang ibu dalam rumah tangga suaminya sekaligus pengasuh, pemelihara dan pendidik pertama anak-anaknya. Hal inilah yang mendorong setiap muslimah harus menyadari bahwa tanggungjawabnya untuk memenuhi dan menyempurnakan perannya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.


Namun, seringkali menjadi ibu sebuah keluhan, ketidakberdayaan, beban ketika mengantarkan anak-anak menjadi anak-anak yang soleh, cerdas dan sehat. Karena memang meraih anak-anak unggul bukanlah pekerjaan yang mudah jika tidak diiringi ilmu yang memadai,  mengelola dan semangat yang terus menerus.


Seorang ibu mendidik anaknya sejak dalam kandungan. Jadi sejak anak dalam kandungan sudah mulai mendapat ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat(kubur).” (Hadits).


Islam memberikan arahan kepada umatnya untuk menjani proses belajar sejak kecil. Tidak hanya ketika manusia lahir ke dunia, namun sejak janin berada dikandungan ibu. Ketika  anak dalam kandungan, ibu mulai menerapkan pendidikan yang Islami pada anaknya. Dengan membiasakan perilaku-perilaku terpuji, membaca alquran, berbahasa santun, membelai bayi melalui perutnya. Serta mengajaknya berbicara.


 Sejak ibu mengandung hendaklah harus makan makanan yang halal dan sehat. Serta senantiasa memanjatkan doa agar Allah  meridhoi dirinya dan anaknya yang akan dilahirkan. Seorang ibu berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan bahkan menambahkan amalan-amalan sunnah untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. dan akhlaknya terjaga untuk memberikan keteladanan kepada janinnya dengan sabar, dan tidak mengeluh apabila menghadapi kesulitan pada masa kehamilan.


Ketika bayi lahir, Islam memerintahkan untuk memperdengarkan adzan ditelinga kanan dan iqomah ditelinga kiri sang bayi. Inilah kalimat yang pertama yang harus didengarkan anak yang baru lahir.


“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur” (QS. An Nahl: 78).


Ibu juga harus rutin memperdengarkan bacaan-bacaan alquran kepada bayinya, membiasakan ibu untuk melafazkan doa-doa ketika memulai melakukan aktifitas untuk meningkatkan kemampuan anak. Seperti saat ibu ingin menyusui, hendaklah ibu berdoa, ketika menyusui, selesai menyusui, akan tidur, bangun tidur, dll. Penanaman kecintaan kepada Allah dan RasulNya serta alquran.


Sering-seringlah ibu menyapa anak dengan “assalamu’alaikum”, atau kenalkan kata basmalah, hamdalah dll. Utamakanlah kalimat-kalimat yang baik. Dan dalam mendidik, anak juga butuh kasih sayang.


Sejak kecil anak-anak diajari untuk menutup aurat, sholat dan kewajiban-kewajiban yang lain. Ketika anak berenjak baligh, seorang anak mulai dibebani dengan hukum syara’ (mukallaf).  Amal dan dosa mereka dihisab.  Agar saat baligh mereka telah siap menjalankan hukum syara’,  mereka perlu dilatih dan dibiasakan menjalankannya sejak kecil.  Rasulullah SAW bersabda:


“Jika seorang anak telah mampu membedakan tangan kanan dan kirinya maka perintahkanlah ia untuk melakukan shalat.” (HR Thabrani).


Dan Rasulullah bersabda: “Perintahkan anakmu shalat usia 7 tahun, dan bila telah berusia 10 tahun pukullah bila ia mengabaikannya .” (HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Daruquthni).


Menutup aurat sama wajibnya dengan sholat, oleh karena itu, sejak kecil anak dibiasakan menutup aurat. Biasakan anak perempuan menggunakan kerudung dan jilbab. Pembiasaan semenjak dini akan menjadikan anak merasa lebih nyaman  saat mengenakan kerudung dan jilbab yang telah menjadi wajib baginya. Dan anak juga dipahamkan bahwa menutup aurat adalah suatu kewajiban. Jadi, ketika anak perempuannya keluar rumah maka biasakan menggunakan kerudung dan jilbab.


Begitu besar peran seorang ibu, dia adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Perilaku seorang ibu, anak menerima keteladanan. Kasih sayang ibu menjadi jaminan awal untuk tumbuh kembangnya anak secara baik dan aman. Oleha karena itu anak sangat butuh ilmu sejak kecil. Dengan begitu anak bisa tumbuh menjadi anak sholeh dan sholehah. Insya Allah.


Nah, inilah  cara mendidik anak secara Islami, dan masih banyak lagi pembahasan-pembahasan tentang mendidik anak. Karena kalau dibahas semua pada tulisan ini akan sangat panjang sekali. Selebihnya saya mengajak  para ibu dan calon ibu untuk mengkaji Islam. karena Islam itu unik, Islam itu indah, maka kita begitu haus akan ilmu Islam oleh karena itu yuk terus mengkaji Islam.


#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Mendidik Anak dengan Aqidah Islam



Oleh: Minah, S.Pd.I


Mendidik anak sangat penting dan merupakan kewajiban. Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua. Amanah Allah yang akan dipertanggungjawabkan, maka menjadi kewajiban bagi orangtua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi yang berkualitas. Jika amanah ini disia-siakan, tentulah kehancuran peradaban akan segera terjadi.


Oleh karena itu, orangtua harus mendidik anak-anaknya dengan benar. Langka awal mendidik anak dengan aqidah Islam. Mengenalkan anak tentang keimanan.


“Bukakanlah untuk anak-anak kalian pertama kalinya dengan kalimat laa ilaaha illallaah (tiada sesembahan yang hak kecuali Allah)” (HR. Al Hakim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu).


Mengajarkan anak kalimat laa ilaaha illallaah wajib dengan seluruh konsekuensinya bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali hanya Allah Subhanahu wa ta’aala. Konsekuensi aqidah Islam adalah ketaatan kepada Allah.


Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan Ibnu Mundzir dari Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:  “Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut bermaksiat kepadaNya, serta suruhlah anak-anakmu untuk menaati perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka.”


So, didiklah anak mulai aqidah Islam, mengajarkan tentang keimanannya kepada Allah. Allah yang menciptakan manusia, alam semesta dan manusia. Menanamkan kepada mereka aqidah yang kuat sehingga tidak terpengaruh dengan lingkungan sekitar. Karena sejak dini ia sudah dituntun oleh orang tua yang sangat ia percaya. sehingga dengan keimanannya, dia akan taat kepada Allah.


#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Bersahabat Dengan Anak



Oleh: Minah, S.Pd.I


Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Allah kepada setiap orang tua, buah hati sekaligus harapan bagi setiap orang tua. Akan tetapi, karena besarnya harapan, orang tua sering kali  tidak memperlakukan anak secara wajar. Ada orang tua yang begitu obsesif sehingga membuat anak depresif. Ada juga yang berkeluh kesah karena anak-anak mereka tak kunjung berprestasi, padahal fasilitas anak sudah dipenuhi.


Setiap anak itu terlahir istimewa, selalu ada alasan Allah ta’aala menitipkan anak-anak dalam keluarga. Membuat anak agar bisa menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, menjadi anak yang berprestasi. Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua untuk menghadapi anak-anak mereka?


Kepada setiap orang tua, apa yang harus dilakukan agar mampu melejitkan potensi anak sehingga mereka bisa berprestasi? Yakni orang tua haruslah bersahabat dengan anak. Karena tidak ada anak yang bermasalah melainkan datang dari orangtua yang bermasalah.


Untuk bersahabat dengan anak, kita sebagai orang tua harus mendekatinya, memberikan motivasi dan melejitkan potensi diri mereka, memberi kasih sayang yang tulus, dan orang tua harus menjadi contoh yang baik buat anak-anaknya. Yang terpenting adalah didiklah anak-anak dengan benar, mendidiknya dengan cinta, kesabaran, tulus, berikan rasa aman dalam diri anak. Menanamkan aqidah yang kuat. Mendidiknya dengan Islam, mendidik dengan penuh kasih sayang, dengan begitu orangtua bisa bersahabat dengan anak.


#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Setiap Anak Terlahir Istimewa



Oleh: Minah, S.Pd.I


Setiap anak terlahir Istimewa karena dia lahir dalam keadaan suci, bersih dan tidak ada noda. Orang tualah yang membuat fitrahnya itu ternoda. Fitrah anak adalah Islam, Allah memberikan kemudahan dalam menerima aqidah Islam dalam pendidikan. Oleh karena itu, tugas orang tua adalah menjaga fitrah anak tetap dalam kebersihan dan kesucian. Orang tua mendidik  anak agar taat kepada Allah Subhanahu wa ta’aala.


Anak adalah amanah dari Allah Subhanahu wa ta’aala dan merupakan titipan yang harus diperlakukan dengan baik. karenanya, orang tua harus tahu bagaimana cara merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik sesuai dengan pandangan Islam. Dari amanah tersebut orang tua harus bisa menunaikan hak-hak anak dengan baik. Salah satu diantaranya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya.


Hak ini sudah ada sejak anak lahir bahkan sebelum mereka lahir. Oleh sebab itu, orang tua berkewajiban untuk menunaikan hak anak dengan baik sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’aala.


Pendidikan dalam keluarga sangat penting dalam mengarahkan anak-anaknya. Dalam keluarga mereka dibina untuk menjadikan pribadi yang bertakwa. Disinilah peran orang tua sangat penting. Kedua orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi pertumbuhan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda:


“Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya. Maka kedua orangtuanya yang menjadikan dia seorang yahudi, nasrani atau majusi.” (HR.Bukhari)


Oleh karena itu, persiapkan diri untuk mendidik anak-anak, karena anak itu begitu istimewa, maka sangat dibutuhkkan pendidikan yang layak bagi seorang anak. Agar keistimewaan yang ada pada anak tidak ternoda. Dengan begitu, pendidikan anak haruslah sesuai dengan Islam, sehingga kita mampu mepersiapkan generasi Islam yang cemerlang. Wallahua’lam.


#Revowriter
#GerakanMedsosUntukDakwah
#PemudaBangkitDenganIslam
#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah #GoresanPenaMinah

Rabu, 10 Oktober 2018

Musibah Tidak Sekadar "Muhabasah", Tapi Muhasabah




Oleh: Minah, S.Pd.I
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Musibah terus menghampiri Negeri kita. Musibah yang begitu besar menimpa saudara-saudara di Palu. Gempa dengan kekuatan 7,3 skala richter kemudian disusul dengan tsunami yang besar sehingga membuat bangunan-bangunan banyak yang roboh dan menimpa banyak korban. Selain itu, terjadi juga lumpur yang mampu menghilangkan 1 wilayah dan korbanpun terkubur hidup-hidup. Sebelumnya   gempa di Lombok yang begitu  besar dan tak henti-hentinya disusul gempa kecil tiap harinya dalam beberapa  minggu, dan kabar terbaru lagi, gempa di sitobondo  dengan besar 6,4 SR. Astaghfirullah. Akhir-akhir ini, kita banyak mendengar kabar gempa  bumi.


Apa sebenarnya yang dilakukan oleh manusia? sehingga Allah menimpa dengan memberi teguran berupa gempa bumi, tsunami dan lumpur yang mampu memakan banyak korban. Mari kita muhasabah di balik gempa ini, bisa jadi karena ulah tangan manusia atau kemaksiatan yang dilakukan sehingga Allah memberikan peringatan. Serta ujian bagi orang-orang beriman.


 Musibah yang ada, tidak sekadar muhabasah  (muka basah karena menangis) takut akan azab, dan khawatir dengan musibah yang datang menimpa dirinya, sehingga dengan begitu sedih dan baru ingat Allah, setelah itu lupa dan kembali bermaksiat. Oleh karena itu, jangan sampai musibah hanya sekadar  muhabasah saja, tapi menjadi muhasabah bagi diri kita untuk intropeksi diri. Mengingat-ingat kemaksiatan yang dilakukan dan memohon ampun kepada Allah serta bertaubat dengan sungguh-sungguh tidak akan melakukan maksiat. Karena musibah yang datang, itu dikarenakan kemaksiatan yang dilakukan.


Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah saw lalu meletakkan kedua tangannya diatas tanah dan berkata, “Tenanglah, belum datang saatnya bagimu.” Lalu Nabi saw  menoleh kearah para sahabat dan berkata, “sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian, maka jawablah (buatlah Allah ridho kepada kalian)”


Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab ra, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"


Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana. Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali.


 Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, "Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, 'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian'.''


Oleh karena itu, mari kita bermuhasabah diri, gempa, tsunami dan lumpur tersebut merupakan teguran dan peringatan dari Allah swt kepada manusia untuk kembali kepadaNya, bila melakukan kemaksiatan, maka hendaklah segera bertaubat.  Gempa, dan tsunami juga merupakan ujian bagi orang yang beriman. Karenanya, Berpegang teguhlah kepada syariat Allah dan terus berupaya untuk tunduk dan taat kepadaNya.  Saling mengingatkan dalam kebaikan serta menerapkan hukum-hukumNya agar negeri ini mendapatkan berkah. Yuk bermuhasabah diri agar menjadi pribadi yang beriman. Wallahua’lam.


#JemariMenariMinahMahabbah
#SenaraiMinah
#MuhasabahDiri

Senin, 08 Oktober 2018

Hikmah-hikmah Bertutur



Judul Buku: Hikmah-Hikmah Bertutur
Penulis: Arief B. Iskandar
Penerbit: Al Ahzar Press
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 264 hlm
Peresensi: Minah

Seorang  pengemban dakwah adalah manusia. Merekalah pewaris sejati dari apa yang ditinggalkan oleh para  Nabi dan Rasul yakni risalah  dakwah. Karena dakwah adalah kewajiban. Para  pengemban  dakwah merupakan  penerus  perjuangan  para  Nabi dan Rasul  dalam menyeru manusia ke jalan Allah Subhanahu wa ta'aala. Karena itu, pengemban dakwah selalu berada dalam kondisi ideal dalam segala hal. Baik dalam keimanan, ketakwaan, ilmu, ghiroh  perjuangan, keistiqomah, kesabaran, kualitas  dan kuantitas ibadah, bersedekah, berakhlak mulia, keyakinan akan rezeki dan pertolongan  Allah dll.

Namun, adakalanya seorang pengemban  dakwah mengalami naik turun atau pasang surut dalam keimanannya. Karena sejatinya  pengemban  dakwah adalah manusia. Dalam kondisi pasang surutnya tentu diperlukan upaya  agar keimanan kembali stabil, bahkan harus lebih  meningkat keimanannya.


Nah buku ini sangat  cocok untuk  kita dan para  pengemban  dakwah agar bisa dalam keistiqomahan untuk taat kepada  Allah Subhanahu  wa ta'aala dan berjuang di jalanNya.

Dalam buku ini menyajikan bahasa yang renyah dan mudah dipahami. Isinya bisa menggugah, penuh  hikmah dan terus melejitkan semangat  dakwah dan membangkitkan lagi jiwa-jiwa yang futur.

Dan dijelaskan pula bagaimana menguatkan  ketaatan kepada  Allah, mengingat  Allah, ikhlas  dan bersungguh-sungguh  dalam ketaatan. Memelihara rasa takut kepada Allah, dan meraih takwa dll..  agar senanti  lisan bisa terjaga serta keimanan semakin meningkat sehingga semakin  semangat dan terus bangkit dari jiwa-jiwa yang futur.



#ResensiOktober6